Sumber Foto : Google Image |
Harus dengan alasan apa lagi aku
mengeluh kepada tuhan jika dia telah menciptakanmu untuk harus aku syukuri. Aku
bisa pergi jika aku ingin mencari yang lebih baik tapi aku selalu menyadari
tiap langkahku yang akan meninggalkan orang yang begitu baik. Hidup ini seperti
langit yang selalu menjadi misteri kadang mendung kemudian hujan namun selalu
ada pelangi tersenyum di balik cerahnya langit…
Entah mengapa di malam itu pikiranku
kembali mengingat disaat pertama kali kita bertemu dikala duka menghampiriku.
Semakin perlahan ku menutup mata dengan nafas yang pelan semakin aku mengingat
semua yang pernah kita lalui bersama. Aku kembali teringat disuatu hari ketika
aku menatapmu di sebuah rumah sakit umum. Saat itu ibuku terbaring lemas di
salah satu kamar vip di rumah sakit tersebut dan sesaat setelah aku masuk ke
dalam kamar pasien seorang suster masuk untuk memeriksa cairan infus milik
ibuku tak lama setelah itu seorang dokter pun masuk untuk menanyakan keadaan
ibu. Aku tak begitu memperhatikan mereka karena bagiku itu adalah urusan medis
antara dokter dan pasien, setelah tugas mereka selesai tiba saatnya untuk
mereka keluar, tepat disaat mereka berbalik si suster pun pamit dan tersenyum
padaku seketika aku pun membalas senyumannya dan ketika aku menatap orang yang
berjalan bersebelahan dengannya aku tak sengaja terus menatap hingga sang
dokter itu berkata “Hey.. jangan melamun nanti bisa ikutan sakit loh..” dengan
senyum yang manis dan ramah dokter itu menyapaku, aku hanya bisa tersenyum malu
tanpa sedikitpun mengeluarkan kata-kata. Hanya saja dalam hatiku berkata jika
dokter itu begitu sangat cantik di usianya yang masih sangat muda.
Beberapa
hari berlalu dengan setia dokter cantik itu masih tetap menangani ibuku. Saat
itu ibu masuk rumah sakit karena terjadi benturan keras di kepalanya akibat
terjatuh dari tangga rumah yang sangat tinggi, kata dokternya ibu harus dirawat
lebih lama karena terjadi pendarahan di dalam kepala, aku tak begitu mengerti
dengan penjelasannya tapi intinya seperti itu. Disuatu malam ketika hanya aku
yang menjaga ibu tiba-tiba ibu merasa sangat kesakitan di bagian kepalanya, aku
begitu panik hingga aku teriak dan berlari keluar kamar untuk memanggil suster,
seketika suster pun datang dan mencoba menangani sambil menghubungi dokter. Tak
lama berselang dokter pun datang dan segera menyuntikkan obat ke ibu dan
akhirnya ibu perlahan merasa tenang dan akhirnya tertidur.
Saat
itu rasa panik dan takut masih aku rasakan, para suster pun meninggalkan
ruangan dan akhirnya hanya ada aku, ibu dan dokter. Dokter langsung
menghampiriku yang duduk di sofa dengan rasa cemas, dokter yang begitu tenang
dengan wajahnyan yang cantik mencoba menenangkanku dengan berkata “Sudah tidak
apa-apa mas, aku menyuntikkan obat penghilang rasa sakit ke ibu, ada
penenangnya juga jadi ibu bisa tidur nyenyak untuk malam ini” ucapan dokter ini
berhasil mebuatku sedikit tenang
meskipun tanpa suntikan penenang. “Terimakasih dok, tadi aku begitu khawatir”
jawabku singkat merasa malu. “Iya sama-sama mas sudah menjadi kewajibanku untuk
membantu pasien” katanya sambil tersenyum. “Mmm.. dok, boleh jangan panggil aku
Mas? Namaku Rendi dok” secara tidak langsung aku memperkenalkan diri berharap
sang dokter membalas dengan percakapan yang lebih meskipun pada akhirnya dia
hanya berkata “Iya Rendi, kalau begitu aku pamit dulu masih ada pasien yang
menunggu, hehe..” kemudian dia pergi.
Keesokan
harinya aku menanti kedatangan dokter cantik itu. Entah apa yang aku rasakan
saat itu, rasa ingin selalu bertemu dengan dokter itu, harus ku akui bahwa aku
menyukainya selain wajahnya yang begitu cantik juga sikapnya yang begitu
bersahabat membuatku sangat menyukainya namun selama ini aku belum pernah
menyatakan perasaan kepada seorang wanita itu sebabnya teman-temanku kadang
menejekku dengan sebutan Takojo (Tampan Kok Jomblo?) dan menurutku aku tak
pantas dengan seorang dokter selain usianya yang jauh lebih tua dariku yang
masih mahasiswa semester 4 ini juga tingkat pergaulan antara kami juga sangat
jauh berbeda, aku bergaulnya dengan anak-anak yang masa depannya masih
dipertanyakan sedangkan dia bergaulnya dengan yang tak perlu dipertanyakan.
Tiba pada saat sore itu ketika sang dokter datang memeriksa keadaan ibu aku
merasa jantung ini berdetak lebih cepat dari biasanya. Sementara ibu berbicara
pada dokter tiba-tiba ibu memanggilku untuk membawakan segelas air putih,
dengan semangat aku memberi kepada ibu setelah ibu meminumnya ibu pun bertanya
kepada dokter “Dokter namanya siapa?” dengan ramah dokter cantik ini menjawab
“Nama saya Risna bu” dengan ini aku telah mengetahui jika nama dokter ini adalah
Risna, seolah ibu tahu jika aku ingin mengetahui nama ibu dokter ini. Ibu pun
kembali bertanya “Nak Risna sudah punya pacar belum?” aduhh.. pertanyaan ibu
ini membuatku sedikit malu tapi biarlah jawaban ini juga salah satu yang ingin
aku ketahui. Risna Dokter cantik itu tersenyum berkata “Saya sudah punya suami
dan dua orang anak bu” mendengar jawaban itu membuatku ingin disuntik mati saja,
aku merasa hancur namun dokter tertawa sambil berkata “Hahaha… jangankan suami
buu pacaran saja belum pernah” untung aku tidak disuntik mati, mendengar jawaban
ini aku sangat senang. Saat itu pula ibu tersenyum tulus kembali bertanya ke
dokter “Nak Dokter Risna mau tidak menikah dengan Rendi anak saya ini?” ibu
tersenyum dan menatap ke arahku. Untuk bagian ini aku tak dapat menuliskan
dengan kata apa yang aku rasakan saat itu, iya aku merasa malu namun disaat yang
sama aku juga ahh entahlah. Saat itu suasana sejenak hening, Dokter Risna
sesaat menatapku seolah dengan cepat menilai semua yang ada pada diriku
kemudian kembali bertatapan dengan ibu tersenyum menjawab “Iya aku mauu
Kalau masalah jodoh aku serahkan kepada Allah SWT ibu.” Seolah mencoba
meyakinkan, ibu tersenyum tenang dan berkata “Kalian bisa saling mengenal dulu
mencoba menjalin kedekatan saja, usia ibu juga sudah senja, ibu sangat bahagia
dan tenang jika anak ibu menikah dengan seorang dokter dan..” Belum selesai ibu
berbicara aku memotong pembicaraannya karena sejujurnya aku tidak suka jika
mendengar ibu berkata mengenai usia. “Ibu dokternya pasti lagi banyak pasien
jangan diajak cerita lama-lama dong ibu.” Kataku sedikit tegas. “Tidak apa-apa
kok Rendi, lagian apa salahnya ibu membahasakan isi hatinya.” Kata Dokter Risna
kepadaku, setelah itu dia pun pamit kepada ibu “Kalau begitu aku pamit dulu
ibu, mengenai yang ibu bahasakan tadi Inshaa Allah kita semua bisa dapat
petunjuk dari Allah SWT.” Tanpa terasa bibirku berucap Aamiin.. ibu hanya bisa
tersenyum menatap kami dan setelah itu Dokter Risna meninggalkan ruangan namun
sempat menatapku kemudian tersenyum menghela nafas.
Beberapa
hari setelah itu keadaan ibu mulai membaik kami sekeluarga pun merasa sedikit
tenang namun disaat kami semua berkumpul pada malam itu ibu kembali merasa
kesakitan di kepalanya kami semua merasa khawatir namun kebetulan pada malam itu Dokter Risna berada
di ruangan karena itu tepat jam pengecekan pasiennya. Entah mengapa saat itu
aku merasa tak tenang meskipun dokter dan para suster berada di dalam ruangan,
kami hanya bisa menatap dan berdoa demi kesebuhan ibu. Adik-adik ku memelukku
menangis dan berdoa serta ayah yang juga cemas menatap dengan mata yang mulai
berkaca-kaca. Aku menatap ibu yang mulai tak sadarkan diri, beberapa menit
sempat sadar lalu muntah kemudian kembali tak sadarkan diri lagi. Setelah
beberapa lama berjuang Dokter Risna berkata kepada suster “Jam 21:08” setelah
berkata demikian Dokter Risna berbalik menuju ke arah kami menatapku berkata “Innalillahi
wainnailaihi rojiun, ibu telah tiada yang sabar Rendi” kala itu aku menolak
untuk percaya walaupun pada kenyataannya Adik dan Ayah telah menangis menuju ke
arah ibu, aku menatap Risna yang kala itu juga mengeluarkan air mata, aku
menuju kea rah Ibu dan mengeluarkan air mata kesedihan yang sangat sedih
kehilangan…
Tak
lama setelah itu setelah pihak rumah sakit mengurus semuanya saat itu Dokter
Risna yang mengurus semuanya kami pulang bersama ibu dan keesokan harinya kami
memakamkan ibu dan berpisah untuk selamanya. Hari itu di pemakaman ibu juga
hadir Dokter Risna dengan keadaan haru saat bertemu dengannya aku memeluknya
dengan karena aku kembali mengingat saat terakhir disaat kami bertiga berbicara
tentang isi hati ibu. Dokter Risna mengerti keadaan yang aku rasakan saat itu
dia hanya bisa memegang pundak dan kepalaku dalam pelukannya sambil mengucapkan
kata sabar berulang kali dari bibirnya kemudian juga ikut menangis tersedu.
Sepulang
pemakaman ibu pun dia ikut bersama kami menuju ke rumah. Aku sempat menatapnya
dari kejauhan menenangkan Adik-adikku kemudian menghampiriku tersenyum dan izin
pulang untuk kembali ke rumah sakit menjalankan tugasnya sebagai seorang
dokter. Saat itu aku hanya bisa berkata terimakasih atas semua bantuannya
selama ini dan meminta maaf jika ada salah kata dari kami sekeluarga. Setelah
saat itu kami tak bisa bertemu lagi dalam waktu yang cukup lama.
BERSAMBUNG..........
Maaf ceritanya harus bersambung dulu.. Penulis lelah dan ikut terhanyut dalam kesedihan tulisan khayalannya sendiri, skenario cerita yang kedua harus dirubah dulu..
hallo rhyfad salam kenal balik ya :)
BalasHapusayo dilanjutin ceritanya
oh ya tips buat rajin menulis, bikin rencana dan ngasih target pribadi aja :)
tapi sayang cuman imajinasi, cari sana masih banyak stock dokter d rumah sakit
BalasHapus