Dari sebuah buku yang pernah aku baca katanya Cinta itu ibaratnya sebuah barang, Agama itu distributor dan Tuhan itu produsenya dan katanya semua tergantung produsennya mau diapakan barang tersebut? Aku tidak pernah berpikir jika itu sebuah kebenaran hingga akhirnya aku sendiri yang mengalaminya.
Aku tidak pernah beranggapan bahwa Agama bisa memainkan peran besar dalam hidupku. Aku tumbuh seperti anak wanita nasrani yang lainnya yang juga merayakan liburan, ibadah "Kristen" seperti Paskah dan Natal. Aku senang dengan hidupku dan aku senang berteman dengan siapa saja tanpa membedakan status dan Agama hingga pada suatu hari aku bertemu dengan seorang pria yang akhirnya merubah cara berpikir dan perasaanku.
Pertama kali bertemu dengannya disebuah ruangan aula di kampus. Saat itu dalam agenda penerimaan mahasiswa baru antar jurusan kami pun secara bergantian sesuai urutan nama memperkenalkan diri. Sambil menunggu giliran aku berbalik hanya sekedar ingin melihat beberapa orang yang nantinya akan menemani hariku di kampus. Dari arah kiri tiba-tiba pandanganku terhenti seketika karena saat itu mata salah satu anak laki-laki tertuju padaku kami saling memandang dan aku mencoba memperkenalkan diri melalui senyuman walaupun merasa malu. Tak hanya sekali, aku sesekali berbalik hanya untuk memastikan dan merekam wajahnya meskipun harus selalu tersenyum ketika dia menyadarinya.
Beberapa hari setelah pertemuan itu aku pun semakin dekat dengannya, dekat dalam artian sering sekelas, ikut kegiatan kampus juga sama-sama bahkan sering satu kelompok juga bahkan pernah dihukum bersama karena terlambat. Kita mempunyai beberapa persamaan salah satunya dalam hal menulis cerita dan bercanda. Terkadang jika kami bertemu kebanyakan hanya bercanda, tertawa dan saling menjahili. Persamaan itu lah yang membuatku nyaman hingga aku lupa akan perbedaan, perbedaan yang menjadi pembatas bagaikan tembok yang sangat sangat besar, perbedaan itu disebut Agama.
Jujur ku akui bahwa aku jatuh Cinta kepada Gunawan yang tak lain adalah sahabatku. Aku tahu perasaannya sama denganku, aku tahu manisnya hubungan ini bagaikan madu di dalam botol. Bagiku jatuh cinta dengan cara Kristen adalah dengan mengatakan, "Aku senang akan pertemuan ini dan aku senang dan juga ingin menjadi bagian dari masa depanmu. Meskipun ini akan sulit tapi aku ingin kita sampai disana." Namun aku sadar sebagai manusia ciptaan Tuhan dan harus aku katakan "Mungkin kita hanya ditakdirkan untuk bertemu namun bukan untuk bersama."
Aku teringat disaat aku dengan manja memintamu mengajakku jalan-jalan di hari libur tepatnya di hari minggu. Dengan sabar kamu menelponku dan berkata "Aku Sholat dulu yah, nanti aku jemput kamu setelah kamu pulang Gereja." Saat itu hatiku sangat tersentuh. Kamu memilih Agamamu dan Aku pun demikian. Kita tak harus munafik akan rasa yang tak terbahasakan ini. Meskipun kita bagaikan Assalamualaikum dan Shallom namun aku juga yakin seperti kamu yakin pada Amin kita yang sama.
Agama itu memang penting, aku tahu kamu juga berpikir demikian kan? Untuk itu kita harus membicarakannya dan ternyata benar kita memang berada di halaman yang sangat berbeda. Jadi apakah aku harus mengakhirinya? Aku benar-benar tak tahu jawabannya. Aku hanya bisa pasrah berlutut memohon yang terbaik pada tuhan demi Kamu, Agamaku dan Tuhanku.
Aku tak pernah sadar bahwa aku benar-benar peduli. Sekarang aku peduli pada Agamaku dan aku juga tak dapat berbohong jika aku juga peduli denganmu. Kehadiranmu telah merubah caraku berpikir dan caraku merasakan rasa. Ku harap kita tetap bisa seperti ini walaupun tak ada kata yang terucap cukup batin yang merasa. Suatu saat kita tak bersama lagi ku harap kamu tetap selalu ingat akan Agama, Tuhan dan Cinta yang tak pernah terbahasakan diantara kita.
Kisah Fiktif ini Rencananya mau dilanjut ke bagian III jjikalau ada Pembaca yang menyetujui dan memberi tambahan ide cerita..
TTerimakasih...
Berat ya topiknyaa :D
BalasHapusHehehe iyaa juga, utk pertama kalinya mengkhayal jadi org yg beda agama...
HapusTerimakasih sudah berkunjung dan membaca disini..
Beda agama, saat pacaran (masih penuh cinta), perbedaan itu memang tidak terlalu kentara.
BalasHapusNamun setelah menikah, beda agama atau tidak, akan menjadi masalah, kalo kita membiarkan cinta dan kepercayaan menghilang.
God is love.
And He always loves us, no matter our religion is.
Salam Cinta,
Dari kami, pasangan beda agama, yang telah menikah selama 13th.
Seharusnya sebelum tulis kisah ini saya harus baca tulisannya kk ini supaya lbh banyak inspirasi dan ide cerita.
HapusUntuk pertama kalinya orang yang mengalami kisah (True Story) langsung komentar di blog saya, saya sangat senang dan kembali semangat untuk menulis lagi (Meskipun Pembaca tak seramai dulu lagi)
Thanks,God Is Good, One Of Us..
Wahh cinta beda agama selalu buat org bimbang untuk pilih org yg dicintai atau agama sendiri 😂
BalasHapusStunning story there. What occurred after? Take care!
BalasHapus