Hari ini tepat setahun pernikahanku. Bagaikan mimpi rasanya bisa hidup dengan seorang imam yang bertanggung jawab dan penyayang seperti suamiku. Namun entah mengapa hatiku masih tertinggal di masa lalu. Hingga aku masih mencari kesempurnaan dari seorang Pria.
Aku menikah bukan karena Accident, bukan pula karena paksaan. Namun hanya karena perjodohan keluarga. Aku dan suamiku masih ada hubungan keluarga bahkan kami sudah mengenal sejak kami masih remaja.
Namaku Dian dan nama suamiku Ferdi. Kelak jika kami punya anak mungkin akan kami beri nama Ferdian. Tapi sekali lagi ku katakan bahwa aku tak mempunyai rasa yang begitu dalam kepadanya. Aku menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri namun kusadari sikapku padanya tak menunjukkan sikap seorang istri.
Selama ini aku tak pernah mengurus keperluan pribadinya. Dia tak pernah memintaku untuk mencuci atau mengurus pakaiannya. Dalam hal makanan dia selalu pasrah dengan apa yang ku masak dan apa yang ku beli. Semua baginya begitu enak.
Dalam hal komunikasi aku terkadang judes dan begitu cuek dengan cerita yang ia kisahkan mengenai kesehariannya. Dalam hati terkadang aku ingin mengajaknya bercerita namun disaat aku menatapnya begitu asyik dengan HP nya, terkadang aku juga merasa jengkel dan cemburu karena sepertinya begitu asyik baginya chat dengan teman-temannya.
Suatu hari ia pulang dari kantor dan aku merasa tak enak badan. Tak ada makanan di meja, pikirku ia akan marah dan membentakku namun ia memilih untuk membeli makanan di warung yang tak jauh dari rumah. Tanpa banyak kata ia masuk ke dalam kamar dan membawakan makanan untukku. Dengan senyumnya yang tulus ia menyuapiku dan ia juga mencium keningku disaat aku tertidur. Saat itu aku merasa sedih dan merasa sangat bersalah padanya.
Hingga akhirnya perlahan aku ingin memperbaiki kesalahanku dan mencoba untuk mencintainya dengan tulus namun belakangan ini sikapnya mulai dingin dan tak lagi seperti dulu. Aku mulai panik, disaat aku mencoba mencintainya dia seakan menolakku. Disaat aku dengan manja meminta sesuatu padanya, dia hanya tersenyum sambil asyik bermain dengan HP nya.
Aku sering bertanya pada diriku, mungkinkah saat ini ia membalas apa yang pernah ku lakukan? Apakah ada yang lain di hatinya saat ini? Dan apakah ia sudah ingin berpisah denganku? Entah mengapa saat ini aku begitu mencintainya dan takut kehilangannya.
Seketika aku berpikir dan aku merasa tak yakin jika ia betul-betul mencintaiku, aku beranggapan jika selama ini dia cuma bersandiwara agar aku jatuh cinta padanya dan disaat seperti inilah ia membalas dan pergi disaat aku betul-betul mencintainya.
Dalam hati aku berkata, Jika memang seperti itu maka mari kita lihat siapa yang akan bertahan dengan kepura-puraan ini. Aku tetap akan berpura-pura menjadi istri yang baik dan dia juga tetap dengan sandiwaranya.
Di hari libur ia mengajakku untuk liburan dan menginap di sebuah tempat wisata yang cukup jauh dari kota. Di sebuah kamar villa hanya ada kami berdua. Rasanya sungguh beda dari suasana kamar di rumah. Suhu udaranya begitu dingin tanpa AC membuatku yang berada di sampingnya mulai mendekat dan merapat. Kami rebahan saling membelakangi sambil bermain game di HP.
Kemudian ada pesan dari WhatsApp milikku.
"Kamu kedinginan yah?"
Itu adalah pesan WhatsApp dari orang di sebelahku. Sambil tersenyum aku membalas.
"Iya, memangnya kenapa?" Tanyaku yang mulai tersenyum.
Hanya berselang beberapa detik, sebuah tangan melingkar tepat di depan dadaku, kurasakan hangat tubuhnya yang memelukku dari belakang. Sangat jelas terdengar bisikan suaranya tepat di telingaku, ia berkata "Apakah sekarang sudah sedikit hangat?"
Setelah kejadian itu *Yang tak bisa kujelaskan*, aku menatap wajahnya yang tertidur tepat di depan wajahku. Aku merasa begitu mencintainya namun lagi-lagi aku ragu padanya. Aku tak yakin dia mencintaiku.
Setelah liburan itu, suasana di rumah sudah mulai ceria. Kami sudah saling bercanda dan saling menggombal satu sama lain. Aku mulai mencoba berpikiran positif padanya.
Suatu hari, tiba-tiba di tengah malam yang hening ia membangunkanku. Kupikir ia ingin melakukan sesuatu namun ku tatap wajahnya yang lemas serta kurasakan genggaman tangannya yang begitu terasa dingin. Aku begitu takut, aku tiba-tiba ingat seorang artis yang baru saja ditinggal oleh suaminya. Aku tak ingin terjadi sesuatu dengan suamiku.
Malam itu dia memintaku untuk mengantarnya ke rumah sakit yang tak jauh dari rumah. Dengan skill mengemudi yang pas-pasan aku memberanikan diri untuk mengantarnya ke rumah sakit. Di rumah sakit aku menangis dan menelpon orangtua dan mertuaku. Tak lama kemudian mereka pun semua datang.
Dari hasil pemeriksaan dokter ternyata Ferdi mengalami peningkatan asam lambung yang sangat cepat. Aku sedikit legah karena tak ada masalah dengan jantungnya. Tapi aku merasa bersalah karena selama ini tak begitu peduli dengan asupan makanannya.
Di pagi hari, aku kembali ke rumah untuk membawa beberapa pakaian ganti untuk Ferdi. Di dalam kamar aku menemukan HP nya, aku berencana ingin membawanya ke rumah sakit. Selama ini aku tak pernah membuka HP nya begitu pula dengannya. Maka hari itu aku mencoba ingin mengetahui apa saja yang ada di dalam HP nya.
Seperti HP pada umumnya pasti punya kunci atau password untuk membukanya. Dengan iseng aku mengetik angka tanggal pernikahan kami dan memang benar itu adalah kuncinya.
Pertama kubuka galeri HP nya dan ternyata disitu buannyaaak fotokuu, selama ini dia sering memotretku secara diam-diam bahkan foto disaat aku tertidur juga ada. Aku tertawa begitu menatap gambar fotoku. Sayangnya kami tak pernah berfoto berduaan.
Kemudian aku membuka chat di WhatsApp nya. Tak ada chat dari wanita lain kecuali rekan kerja dan keluarga. Tanpa sengaja aku membuka percakapan chatnya dengan kakaknya. Ferdi selalu menceritakan kepada kakaknya tentang aku, bahkan dia sering berbohong tentang diriku yang begitu sayang dan perhatian padanya, ia juga berbohong mengenai masakanku yang begitu enak bagaikan chef terkenal. Itu semua ia lakukan agar keluarganya tetap menyukaiku.
Terakhir yang membuatku begitu sedih ketika aku membuka sebuah aplikasi catatan. Awalnya ku kira cuma catatan atau memo mengenai pekerjaan namun ternyata itu adalah curahan hatinya . Ia lebih memilih menuliskan isi hatinya dibanding harus menceritakan aib kehidupannya kepada orang lain.
Aku pun membacanya sambil meneteskan air mata,
Beberapa ringkasan catatan Ferdi :
Rabu 13 juni,
Aku begitu senang dan merasa begitu keren bisa menjadi seorang imam dan kepala keluarga. Akhirnya aku bisa merasakan posisi seperti yang dulu Almarhum Ayah rasakan.
Senin 2 Juli,
Dia begitu cantik, sejak kecil aku suka padanya namun apa daya aku tak pernah berani mendekatinya yang begitu pemarah sejak dulu. Tapi kini dia adalah istriku, dia tak lagi menakutkan seperti waktu masih sekolah dulu.
Kamis 19 Juli,
Mungkin ada yang salah padaku, dia tak begitu peduli denganku tapi mungkin dia hanya butuh penyesuaian saja. Aku harus semangat untuk mendapatkan cintanya!
Jumat 7 Des,
Menatap wajahnya yang sedang tertidur membuatku jatuh cinta padanya. Hari ini dia kelelahan, selamat tidur sayang...
Senin 10 Des,
Aku mencintainya meskipun ku tau hatinya tak mencintaiku. Aku berjanji akan membuatnya bahagia...
Rabu 26 Mei,
Sangat menyenangkan bisa mengajaknya liburan bersama. Aku merasakan cinta dari tatapannya dan hembusan nafasnya. Semoga selamanya kita bisa seperti ini.
Minggu 3 Juni,
Bukan aku tapi kamulah yang berhasil membuat suasana ini menjadi berwarna, terimakasih dianku istriku...
Setelah membaca beberapa tulisannya itu aku semakin takut kehilangannya. Sesampainya di rumah sakit aku langsung memeluknya serta mencium pipinya. Semua orang menatapku haru seakan percaya bahwa selama ini kami memang saling mencintai.
Aku sadar jika selama ini aku hanya berprasangka buruk dan berpikiran negatif terhadap suamiku. Selama ini aku mencari pria yang sempurna, aku dibutakan oleh pikiranku sendiri namun tak pernah ku sadari jika kesempurnaan itu adalah dia suamiku sendiri.
Akhirnya ku tau jika ternyata selama ini dia juga mencintaiku.